Kisah Sukses, Cerita Inspirasi dan Motivasi
Dapatkan inspirasi melalui berupa motivasi, persahabatan,
cinta, kisah sukses, kemanusiaan dan lain lain.. Apa arti dari Dunia ini jika kita tidak bisa saling berbagi ? Kirimkan cerita yang paling menjadi inspirasi kamu hari ini, niscaya semua keinginan kamu akan tercapai. Sukses Selalu!.
Bola Untuk Anak - Umum
View : 126977 Created by : admin
*Bola Untuk Anak*
*25 tahun yang lalu,*
Inikah nasib? Terlahir sebagai menantu bukan pilihan. Tapi aku dan
Kania
harus tetap menikah. Itu sebabnya kami ada di Kantor Catatan Sipil.
Wali
kami pun wali hakim. Dalam tiga puluh menit, prosesi pernikahan kami
selesai. Tanpa sungkem dan tabur melati atau hidangan istimewa dan
salam
sejahtera dari kerabat. Tapi aku masih sangat bersyukur karena Lukman
dan
Naila mau hadir menjadi saksi. Umurku sudah menginjak seperempat abad
dan
Kania di bawahku. Cita-cita kami sederhana,ingin hidup bahagia.
*22 tahun yang lalu,*
Pekerjaanku tidak begitu elit, tapi cukup untuk biaya makan keluargaku.
Ya,
keluargaku. Karena sekarang aku sudah punya momongan. Seorang putri,
kunamai
ia Kamila. Aku berharap ia bisa menjadi perempuan sempurna, maksudku
kaya
akan budi baik hingga dia tampak sempurna. Kulitnya masih merah,
mungkin
karena ia baru berumur seminggu. Sayang, dia tak dijenguk
kakek-neneknya
dan
aku merasa prihatin. Aku harus bisa terima nasib kembali, orangtuaku
dan
orangtua Kania tak mau menerima kami. Ya sudahlah. Aku tak berhak untuk
memaksa dan aku tidak membenci mereka. Aku hanya yakin, suatu saat
nanti,
mereka pasti akan berubah.
*19 tahun yang lalu,*
Kamilaku gesit dan lincah. Dia sekarang sedang senang berlari-lari,
melompat-lompat atau meloncat dari meja ke kursi lalu dari kursi ke
lantai
kemudian berteriak "Horeee, Iya bisa terbang". Begitulah dia memanggil
namanya sendiri, Iya. Kembang senyumnya selalu merekah seperti mawar di
pot
halaman rumah. Dan Kania tak jarang berteriak, "Iya sayaaang," jika
sudah
terdengar suara "Prang". Itu artinya, ada yang pecah, bisa vas bunga,
gelas,
piring, atau meja kaca. Terakhir cermin rias ibunya yang pecah. Waktu
dia
melompat dari tempat tidur ke lantai, boneka kayu yang dipegangnya
terpental. Dan dia cuma bilang "Kenapa semua kaca di rumah ini selalu
pecah,
Ma?"
*18 tahun yang lalu,*
Hari ini Kamila ulang tahun. Aku sengaja pulang lebih awal dari
pekerjaanku
agar bisa membeli hadiah dulu. Kemarin lalu dia merengek minta
dibelikan
bola. Kania tak membelikannya karena tak mau anaknya jadi tomboy
apalagi
jadi pemain bola seperti yang sering diucapkannya. "Nanti kalau sudah
besar,
Iya mau jadi pemain bola!" tapi aku tidak suka dia menangis terus minta
bola, makanya kubelikan ia sebuah bola. Paling tidak aku bisa punya
lawan
main setiap sabtu sore. Dan seperti yang sudah kuduga, dia bersorak
kegirangan waktu kutunjukkan bola itu. "Horee, Iya jadi pemain bola."
*17 Tahun yang lalu*
Iya, Iya. Bapak kan sudah bilang jangan main bola di jalan. Mainnya di
rumah
aja. Coba kalau ia nurut, Bapak kan tidak akan seperti ini. Aku tidak
tahu
bagaimana Kania bisa tidak tahu Iya menyembunyikan bola di tas
sekolahnya.
Yang aku tahu, hari itu hari sabtu dan aku akan menjemputnyanya dari
sekolah. Kulihat anakku sedang asyik menendang bola sepanjang jalan
pulang
dari sekolah dan ia semakin ketengah jalan. Aku berlari menghampirinya,
rasa
khawatirku mengalahkan kehati-hatianku dan "Iyaaaa". Sebuah truk pasir
telak
menghantam tubuhku, lindasan ban besarnya berhenti di atas dua kakiku.
Waktu
aku sadar, dua kakiku sudah diamputasi. Ya Tuhan, bagaimana ini.
Bayang-bayang kelam menyelimuti pikiranku, tanpa kaki, bagaimana aku
bekerja
sementara pekerjaanku mengantar barang dari perusahaan ke rumah
konsumen.
Kulihat Kania menangis sedih, bibir cuma berkata "Coba kalau kamu tak
belikan ia bola!"
*15 tahun yang lalu,*
Perekonomianku morat marit setelah kecelakaan. Uang pesangon habis
untuk
ke
rumah sakit dan uang tabungan menguap jadi asap dapur. Kania mulai
banyak
mengeluh dan Iya mulai banyak dibentak. Aku hanya bisa membelainya. Dan
bilang kalau Mamanya sedang sakit kepala makanya cepat marah. Perabotan
rumah yang bisa dijual sudah habis. Dan aku tak bisa berkata apa-apa
waktu
Kania hendak mencari ke luar negeri. Dia ingin penghasilan yang lebih
besar
untuk mencukupi kebutuhan Kamila. Diizinkan atau tidak diizinkan dia
akan
tetap pergi. Begitu katanya. Dan akhirnya dia memang pergi ke Malaysia.
*13 tahun yang lalu,*
Setahun sejak kepergian Kania, keuangan rumahku sedikit membaik tapi
itu
hanya setahun. Setelah itu tak terdengar kabar lagi. Aku harus
mempersiapkan
uang untuk Kamila masuk SMP. Anakku memang pintar dia loncat satu tahun
di
SD-nya. Dengan segala keprihatinan kupaksakan agar Kamila bisa
melanjutkan
sekolah. aku bekerja serabutan, mengerjakan pekerjaan yang bisa
kukerjakan
dengan dua tanganku. Aku miris, menghadapi kenyataan. Menyaksikan
anakku
yang tumbuh remaja dan aku tahu dia ingin menikmati dunianya. Tapi
keadaanku
mengurungnya dalam segala kekurangan. Tapi aku harus kuat. Aku harus
tabah
untuk mengajari Kamila hidup tegar.
*10 tahun yang lalu,*
Aku sedih, semua tetangga sering mengejek kecacatanku. Dan Kamila hanya
sanggup berlari ke dalam rumah lalu sembunyi di dalam kamar. Dia sering
jadi
bulan-bulanan hinaan teman sebayanya. Anakku cantik, seperti ibunya.
"Biar
cantik kalo kere ya kelaut aje." Mungkin itu kata-kata yang sering
kudengar.
Tapi anakku memang sabar dia tidak marah walau tak urung menangis juga.
"Sabar ya, Nak!" hiburku.
"Pak, Iya pake jilbab aja ya, biar tidak diganggu!" pintanya padaku.
Dan
aku
menangis. Anakku maafkan bapakmu, hanya itu suara yang sanggup kupendam
dalam hatiku. Sejak hari itu, anakku tak pernah lepas dari kerudungnya.
Dan
aku bahagia. Anakku, ternyata kamu sudah semakin dewasa. Dia selalu
tersenyum padaku. Dia tidak pernah menunjukkan kekecewaannya padaku
karena
sekolahnya hanya terlambat di bangku SMP.*
7 tahun yang lalu,*
Aku merenung seharian. Ingatanku tentang Kania, istriku, kembali
menemui
pikiranku. Sudah bertahun-tahun tak kudengar kabarnya. Aku tak mungkin
bohong pada diriku sendiri, jika aku masih menyimpan rindu untuknya.
Dan
itu
pula yang membuat aku takut. Semalam Kamila bilang dia ingin menjadi
TKI
ke
Malaysia. Sulit baginya mencari pekerjaan di sini yang cuma lulusan
SMP.
Haruskah aku melepasnya karena alasan ekonomi. Dia bilang aku sudah
tua,
tenagaku mulai habis dan dia ingin agar aku beristirahat. Dia berjanji
akan
rajin mengirimi aku uang dan menabung untuk modal. Setelah itu dia akan
pulang, menemaniku kembali dan membuka usaha kecil-kecilan. Seperti
waktu
lalu, kali ini pun aku tak kuasa untuk menghalanginya. Aku hanya berdoa
agar
Kamilaku baik-baik saja.*
4 tahun lalu,*
Kamila tak pernah telat mengirimi aku uang. Hampir tiga tahun dia di
sana.
Dia bekerja sebagai seorang pelayan di rumah seorang nyonya. Tapi
Kamila
tidak suka dengan laki-laki yang disebutnya datuk. Matanya tak pernah
siratkan sinar baik. Dia juga dikenal suka perempuan. Dan nyonya itu
adalah
istri mudanya yang keempat. Dia bilang dia sudah ingin pulang. Karena
akhir-akhir ini dia sering diganggu. Lebaran tahun ini dia akan
berhenti
bekerja. Itu yang kubaca dari suratnya. Aku senang mengetahui itu dan
selalu
menunggu hingga masa itu tiba. Kamila bilang, aku jangan pernah lupa
salat
dan kalau kondisiku sedang baik usahakan untuk salat tahajjud. Tak
perlu
memaksakan untuk puasa sunnah yang pasti setiap bulan Ramadhan aku
harus
berusaha sebisa mungkin untuk kuat hingga beduk manghrib berbunyi. Kini
anakku lebih pandai menasihati daripada aku. Dan aku bangga.
*3 tahun 6 bulan yang lalu,*
Inikah badai? Aku mendapat surat dari kepolisian pemerintahan Malaysia,
kabarnya anakku ditahan. Dan dia diancam hukuman mati, karena dia
terbukti
membunuh suami majikannya. Sesak dadaku mendapat kabar ini. Aku
menangis,
aku tak percaya. Kamilaku yang lemah lembut tak mungkin membunuh.
Lagipula
kenapa dia harus membunuh. Aku meminta bantuan hukum dari Indonesia
untuk
menyelamatkan anakku dari maut. Hampir setahun aku gelisah menunggu
kasus
anakku selesai. Tenaga tuaku terkuras dan airmataku habis. Aku hanya
bisa
memohon agar anakku tidak dihukum mati andai dia memang bersalah.
*2 tahun 6 bulan yang lalu,*
Akhirnya putusan itu jatuh juga, anakku terbukti bersalah. Dan dia
harus
menjalani hukuman gantung sebagai balasannya. Aku tidak bisa apa-apa
selain
menangis sejadinya. Andai aku tak izinkan dia pergi apakah nasibnya tak
akan
seburuk ini? Andai aku tak belikan ia bola apakah keadaanku pasti lebih
baik? Aku kini benar-benar sendiri. Wahai Allah kuatkan aku.
Atas permintaan anakku aku dijemput terbang ke Malaysia. Anakku ingin
aku
ada di sisinya disaat terakhirnya. Lihatlah, dia kurus sekali. Dua
matanya
sembab dan bengkak. Ingin rasanya aku berlari tapi apa daya kakiku tak
ada.
Aku masuk ke dalam ruangan pertemuan itu, dia berhambur ke arahku,
memelukku
erat, seakan tak ingin melepaskan aku.
"Bapak, Iya Takut!" aku memeluknya lebih erat lagi. Andai bisa ditukar,
aku
ingin menggantikannya.
"Kenapa, Ya, kenapa kamu membunuhnya sayang?"
"Lelaki tua itu ingin Iya tidur dengannya, Pak. Iya tidak mau. Iya
dipukulnya. Iya takut, Iya dorong dan dia jatuh dari jendela kamar. Dan
dia
mati. Iya tidak salah kan, Pak!" Aku perih mendengar itu. Aku iba
dengan
nasib anakku. Masa mudanya hilang begitu saja. Tapi aku bisa apa, istri
keempat lelaki tua itu menuntut agar anakku dihukum mati. Dia kaya dan
lelaki itu juga orang terhormat. Aku sudah berusaha untuk memohon
keringanan
bagi anakku, tapi menemuiku pun ia tidak mau. Sia-sia aku tinggal di
Malaysia selama enam bulan untuk memohon hukuman pada wanita itu.*
2 tahun yang lalu,*
Hari ini, anakku akan dihukum gantung. Dan wanita itu akan hadir
melihatnya.
Aku mendengar dari petugas jika dia sudah datang dan ada di belakangku.
Tapi
aku tak ingin melihatnya. Aku melihat isyarat tangan dari hakim di
sana.
Petugas itu membuka papan yang diinjak anakku. Dan 'blass" Kamilaku
kini
tergantung. Aku tak bisa lagi menangis. Setelah yakin sudah mati,
jenazah
anakku diturunkan mereka, aku mendengar langkah kaki menuju jenazah
anakku.
Dia menyibak kain penutupnya dan tersenyum sinis. Aku mendongakkan
kepalaku,
dan dengan mataku yang samar oleh air mata aku melihat garis wajah yang
kukenal.
"Kania?"
"Mas Har, kau ... !"
"Kau ... kau bunuh anakmu sendiri, Kania!"
"Iya? Dia..dia . Iya?" serunya getir menunjuk jenazah anakku.
"Ya, dia Iya kita. Iya yang ingin jadi pemain bola jika sudah besar."
"Tidak ... tidaaak ... " Kania berlari ke arah jenazah anakku.
Diguncang
tubuh kaku itu sambil menjerit histeris. Seorang petugas menghampiri
Kania
dan memberikan secarik kertas yang tergenggam di tangannya waktu dia
diturunkan dari tiang gantungan. Bunyinya "Terima kasih Mama." Aku baru
sadar, kalau dari dulu Kamila sudah tahu wanita itu ibunya.*
Setahun lalu,*
Sejak saat itu istriku gila. Tapi apakah dia masih istriku. Yang aku
tahu,
aku belum pernah menceraikannya. Terakhir kudengar kabarnya dia mati
bunuh
diri. Dia ingin dikuburkan di samping kuburan anakku, Kamila. Kata
pembantu
yang mengantarkan
jenazahnya padaku, dia sering berteriak, "Iya sayaaang, apalagi yang
pecah,
Nak." Kamu tahu Kania, kali ini yang pecah adalah hatiku. Mungkin orang
tua
kita memang benar, tak seharusnya kita menikah. Agar tak ada
kesengsaraan
untuk Kamila anak kita. Benarkah begitu Iya sayang?
Sumber : TRUE STORY
...Beri
inspirasi ke teman kamu !!!
Internet and life improvement - Bisnis A jobless man applied for the position of "office boy" at Microsoft. The HR manager interviewed him then watched him cleaning the floor as a test.
"You are employed" he said. "Give me your e-mail address and I'll send you the application to fill in, as well as date when you may start.
The man...[View] Stress Management - Umum A lecturer, when explaining stress management to an audience, raised a glass of water and asked,
"How heavy is this glass of water?”
Answers called out ranged from 20g to 500g.
The lecturer replied, "The absolute weight doesn't matter. It depends on how long you try to hold it.
"I...[View] Confessions Of A Dumb Monkey - Bisnis Sometimes I'm so dumb it amazes me. I know that I should never fall in love with a program and I should never get complacent with how I market.
I guess that makes me a dumb monkey.
So what do I mean by that?
There are some countries where monkeys are a delicacy. More specifically their brai...[View] The Story of the oned eyed mothers - Umum The Story of the One-Eyed Mother
My mom only had one eye.
I hated her... she was such an embarrassment...
She cooked for students & teachers...to support the
family. There was this one day during elementary school and my mom came. I was so embarrassed. How could she do this to me? I threw ...[View] As I Mature - Umum (Gemintang.com)
As I Mature I've learned that you cannot make
someone love you. All you can do is
stalk them and hope they panic and give in.
I've learned that no matter how much I care,
some people are just assholes.
I've learned that it takes years
to build up trust, and it only...[View]
|