Gemintang.com – Hai, namaku Adit. Jujur, selama 18 tahun aku hidup di dunia ini, belum pernah sekalipun aku berkencan. Setelah cukup mendengar cacian dan hinaan teman-teman se-gengku, akhirnya aku pun memutuskan untuk berkencan. Target? Siska, gadis manis yang katanya masih keturunan jauh Keraton Solo. Anaknya baik, bener-bener terlalu baik sampai nggak bisa menolak ajakan kencan jomblo tulen sepertiku.
Karena katanya cewek suka dikasih kejutan, aku pun menyiapkan kejutan khusus untuk Siska. Aku mau memanggang steik ala Adit untuk Siska. Kami berkencan di taman belakang rumahku. Sambil memandang Siska yang duduk manis menanti di gazebo aku pun mulai menunjukkan kemampuan memasakku. Setelah 15 menit berjuang keras, akhirnya arang di pemanggangan pun menyala. Senyum manis aku layangkan untuk Siska yang menontonku memanggang. Ketika membolak-balik si daging steik, aku teringat acara masak yang menggunakan wine untuk membuat steik lebih nikmat.
Segera aku mengambil wine yang sudah kusiapkan. “Ini wine Sis, kalau pake ini steiknya jadi lebih enak,” ungkapku bangga.
Sambil menopang dagu Siska menjawab, “Oh ya?” ckckck, manisnya… (hatiku berdesir)
Ku pandang sekeliling mencari alat pembuka wineku, ternyata tidak kutemukan. Dengan sedikit panik, aku pun mendapat ide untuk membuka wine dengan tangan. Sial, ternyata tanganku yang tidak berotot ini tidak berguna di saat-saat genting. Akhirnya, di sudut mataku, tampaklah pisau makan yang memang sudah disiapkan sebelumnya. Kuambil pisau itu, ku coba membuka wine dengan pisau itu. Tiba-tiba..
“Brusssttttt!!!” Botol wine itu terbuka dan setengah dari isinya membasahi wajah dan badanku. Siska pun melotot kaget, sedangkan aku hanya bisa tersenyum miris.
Dengan badan lengket penuh wine, kuhampiri panggangan tempat steik kami menunggu. Ternyata, bagian bawahnya sudah gosong karena waktu membuka botol wine ternyata cukup lama. Kubalikan daging itu sebelum Siska sempat melihatnya. Kemudian ku siramkan wine yang tersisa di botol ke dalam panggangan.
“Bzzzz!!” steikku terbakar api yang cukup besar. Saking besarnya, aku tidak berani menghampiri panggangan.
Sial, sial, sial… Dengan takut-takut aku mencuri pandang ke arah Siska. Muka Siska yang melongo sudah cukup memberi jawaban atas kegalauan hatiku.
Dengan penuh tekad, aku hampiri daging steik yang membara di panganggan mencoba untuk mengambil dan menaruhnya di piring. Tidak sedikit luka bakar yang aku dapat selama usahaku itu. Steik kami sekarang benar-benar gosong.
Ketika Siska menghampiriku, aku hanya bisa tersenyum miris sambil berkata, “Kamu suka steik yang sedikit overcooked, kan?”
Siska menggeleng, mengambil tasnya, dan pergi.
Yah, itulah akhir dari kencan pertamaku…
(lyd/rut)