Gemintang.com – Suatu hari, seorang lelaki muda duduk di sebuah halte bus setelah seharian ia berkeliling mencari pekerjaan. Ia lelah, dan berniat untuk tidak melanjutkan perjalanannya. Lalu seseorang pedagang tiba-tiba bertanya,
Pedagang: “Mas, rokoknya?”
Lelaki: “Oh, tidak. Terima kasih”.
Pedagang : “Wah, jarang-jarang ada yang menolak rokok saya, apalagi anak muda seperti Mas. Saya menawari karena saya melihat Mas sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Biasa lah, kalau lagi gelisah seperti ini, apalagi yang dicari anak muda selain rokok. Ya seperti mas ini.”
Lelaki: “Oh, bukan kok, Pak. Itu karena saya memang masih punya rokok di celana saya”.
Pedagang: “Oh, baiklah”. (Pedagang lalu duduk disamping lelaki muda sembari mengusap keringat dengan handuk kecilnya.) “Gerah ya, Mas. Oh ya, Mas ini dari mana?”
Lelaki: “Saya dari Tegal, Pak. Ke Jakarta ini niatnya mau cari kerja.”
Pedagang: “Tapi belum dapat?”
Lelaki: “Sudah, tapi kurang pas di hati saya. Dan yang terakhir tadi, sebenarnya benar-benar saya inginkan, tapi mereka bilang pendidikan saya kurang. Minimal harus S2, katanya.”
Pedagang: “Sudah sampaikan keahliannya, Mas? Barangkali bisa masuk dengan jalur prestasi, seperti anak saya yang baru kemarin masuk SMA favorit berkat keahliannya dalam menyanyi.”
Lelaki: “Sudah. Saya katakan bahwa pendidikan saya S1 dan keahlian saya di bidang IT, tapi mereka seperti tidak memberikan kesempatan untuk saya menunjukkan keahlian itu.
Pedagang: “Baca doa dulu, tidak?”
Lelaki: “Saya dulunya di pesantren, Pak. Sedikitnya kalau soal doa, saya pasti hapal lebih panjang dan tahu doa apa yang harus dibaca”.
Pedagang: “Punya hutang, tidak? Sudah dilunasi hutangnya?”
Lelaki: “Lah Pak, saya mampu kuliah sampai dengan S1 artinya saya mampu. Soal hutang, seingat saya, saya tidak pernah berhutang kepada siapapun”.
Pedagang: “Lagipula Mas ini ganteng kok. Iya yah, kenapa sebegitu sulitnya mencari kerja. Saya yang tidak sekolah dan hanya bisa menjual rokok, ya artinya mesti bersyukur, karena walau hanya menjual rokok, saya bisa menyekolahkan keempat anak saya yang masih SD, SMP dan SMA.”
Lelaki: “Lalu isteri Bapak kerja di mana ?”
Pedagang: “Oh, istri saya sudah sukses di Taiwan, Mas”. Semula cuma iseng daftar jadi TKW waktu anak saya yang ketiga harus masuk SD, anak kedua masuk SMP, dan anak pertama masuk SMA. Biaya kan tentu harus banyak, Mas”.
Lelaki: Loh, memangnya Bapak tidak takut kalau isterinya bernasib sama seperti para TKI yang diberitakan di TV? Maaf ya, Pak.”
Pedagang: “Ya semoga tidak, Mas. Doa saya mengiringi kepergian dia. Saya dukung sepenuhnya apa yang menjadi keinginan dia, karena ini pun demi keluarga kita. Saya selalu berdoa kapanpun dan dimana pun untuknya. Oh ya, Mas ini dapat doa dari Ibu tidak sebelum pergi?”
Lelaki ini terdiam sejenak dan barulah teringat kejadian dua hari sebelum dia memutuskan pergi dari kotanya. Saat itu, dia pergi dengan meninggalkan ibunya yang masih menangis. Dia pergi sebelum selesai mendengarkan apa yang dikatakan sang ibu.
Dia pergi dengan melewatkan cium tangan ibunya. Dia pergi tanpa melihat lebih dulu senyum ibunya. Dan saat itu, dia pergi tanpa benar-benar mendapat restu dari orangtuanya. Namun keselamatan dia sampai dengan saat ini, bukankah berkat doa orangtua? Sedang keberuntungan dan hal apa yang akan ia dapat, tentu juga tergantung pada restunya.
Ada arti dalam setiap doa yang orang lain panjatkan terhadap kita. Dan sebaik-baiknya manusia adalah yang selalu mendoakan kebaikan baik atas dirinya maupun orang di sekitarnya. “Restu Allah tergantung pada restu orang tua”. Jadi, dapatkan selalu do’a dan restu dari mereka.
foto: salam-online.com
(mir/rut)