Gemintang.com – Kabar mencengangkan datang dari ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Pada Rabu malam (2/10) KPK telah berhasil menangkap lima orang terduga kasus korupsi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas di Provinsi Kalimantan Tengah dan Pilkada Lebak, Banten.
Penangkapan ini dilakukan di dua tempat yang berbeda yaitu di tempat kediaman Akil, jalan Wijaya Chandra dan disebuah hotel mewah dibilangan Jakarta Pusat. Saat itu KPK memergoki Aqil dan dua orang lainnya sedang melakukan serah terima uang.
Empat orang lainnya yang ditangkap selain Akil Mochtar adalah seorang pengusaha berinisial CN, anggota DPR Komisi III dari fraksi Golkar yaitu CHN yang disebut-sebut sebagai Chairun Nisa, seorang kepala daerah, HB dan DH.
Ketika penangkapan Akil dan rekannya mencuat ke media masa, berita ini seakan menjadi bencana tsunami keadilan di tanah air. “Sudah tegakkah hukum di negara kita?” itulah pertanyaan pertama yang muncul di benak rakyat Indonesia. Lalu, mengapa KPK tidak langsung menetapkan Akil Mochtar dan keempat orang lainnya sebagai tersangka?
Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah lembaga negara diberikan wewenang konstitusi. Salah satu kewenangan itu berbunyi;
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kewenangan yang tertulis diatas tentu saja berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh seorang ketua Mahkamah Konstitusi. Dan hal ini sudah pasti membuat seluruh lapisan masyarakat yang mengetahuinya geram. Bukan tanpa alasan mengapa mereka geram, lembaga ini memiliki pengaruh kuat dalam memutuskan nasib sebuah bangsa dan negara serta rakyatnya.
Banyak orang berpendapat bahwa hukuman yang pantas untuk seorang ketua Mahkaman Konstitusi yang bertindak korupsi adalah hukuman mati. Hal serupa juga diungkapkan oleh mantan ketua MK, Jimly Asshiddiqie. Hm, kalau pendapatmu sendiri bagaimana, Sobat Gemintang?
(ysf/rut)