Gemintang.com – Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin atau yang lebih dikenal dengan nama NH Dini memang sudah tak asing lagi sosoknya di dunia sastra Indonesia. Potongan-potongan karyanya sering kita temui dan baca.
Karya-karyanya yang berjudul Tirai Menurun, Namaku Hiroko, Pada Sebuah Kapal, La Barka, serial Kenangan dan masih banyak lagi mampu membuat namanya menjadi salah seorang sastrawan yang diperhitungkan keberadaannya di tanah air.
Lahir di Semarang tanggal 29 Februari 1936, anak pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah ini sudah mulai tertarik dengan dunia tulis menulis sejak ia duduk di bangku kelas 3 SD. Dini kecil senang menuangkan segala pikiran dan perasaannya melalui tulisan.
Memasuki sekolah menengah, ia mulai rajin menulis sajak puisi atau cerpen yang lalu dipajang di mading sekolahnya. Diusianya yang ke 15, ia mengirimi tulisan-tulisannya ke siaran nasional RRI Semarang dan membacakannya sendiri.
NH Dini juga sempat bergabung dengan kelompok sandiwara radio bernama Kuncup Bersari bersama kakaknya Teguh Asmar dan sesekali menulis naskahnya sendiri saat ia duduk di bangku SMA. Ia juga pernah bekerja sebagai pramugari di Garuda Indonesia Airways.
Sembari bekerja sebagai pramugari, ia menulis bukunya berupa kumpulan cerita pendek yang berjudul Dua Dunia dan mencapai kesuksesan yang begitu mencengangkan. Dalam banyak bukunya, NH Dini suka menuliskan cerita yang menggambarkan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan, salah contohnya yaitu novelnya yang berjudul Jalan Bandungan.
Menikah dengan Konsul berkebangsaan Perancis bernama Yvess Coffin, NH Dini melahirkan dua anak bernama Marie Claire dan Pierre Louis Padang yang kini masing-masing menetap di Kanada dan Perancis. Dan seperti kita tahu, Pierre Louis Padang merupakan seorang sutradara dari film animasi berjudul Despicable Me 2 yang sukses berbagai belahan negara di dunia.
Sebagai seorang istri diplomat, NH Dini diharuskan untuk mengikut suaminya berpindah-pindah dari satu negara ke negara yang lain. Ia bersama keluarganya pernah tinggal di Jepang, Kamboja, Filipina, Amerika Serikat, dan Perancis.
Namun, tahun 1984 ia bercerai dengan suaminya dan sempat menimbulkan intrik karena meninggalkan konstitusi perkawinan dan anak-anak lalu kembali memperoleh kewarganegaraan Indonesia tahun 1985.
Saat menerima penghargaan SEA Award di bidang sastra oleh pemerintah Thailand, Dini berujar bahwa ia hanyalah seorang penulis biasa yang menuliskan realitas kehidupan, kepekaannya terhadap lingkungan sekitar dan juga pengalaman pribadinya. Selain itu, wanita yang mempunyai hobi dengan dunia tanaman ini mendirikan pondok baca yang ia bernama Pondok Baca NH Dini.
Tahun 1991, Dini meraih piagam penghargaan dari pemerintah kota tingkat I Jawa Tengah setelah sebelumnya menerima hadiah seni dibidang sastra dari kementrian PdanK tahun 1989. Selama hidupnya, Dini selalu memegang teguh ajaran budi pekerti yang diajarkan oleh kedua orangtuanya.
Ia juga tetap mempertahankan sikap idealisnya dalam menulis dan itulah sebabnya kenapa ia tidak ingin terikat kontrak dengan penerbit-penerbit besar yang menerbitkan buku. Baginya, ia ingin terus mempertahankan kreativitasnya dalam menulis.
foto: vimeo.com
(asa/rut)