Belajar untuk Tidak Menggunakan Uang

Gemintang.com – Ada seorang teman bercerita, “Anak saya sudah lulus wisuda, sebenarnya tidak juga dengan nilai yang bagus, tetapi saya bangga, karena akhirnya dia lulus juga.” Kemudian dia melanjutkan, “Tapi, beberapa waktu lalu dia meminta ijin saya untuk kembali menyekolahkannya di Eropa. Menurut kamu bagaimana?”

Yang saya ketahui adalah keluarganya memang sangat berkecukupan. Bukan masalah walau harus menyekolahkannya bahkan untuk 10 tahun ke depan hingga anaknya bergelar master. Namun saya teringat kisah seseorang yang beberapa tahun lalu sempat menjadi rekan kerja di salah satu perusahaan. Dia bercerita tentang hidupnya yang manis-manis-pedas sejak dibiarkan pergi dari orangtua tanpa sepeser uang di sakunya.

Dia pemalas, tidak pernah mencari kerja, dan setiap malamnya hanya gemar bermain Play Station. Orang tuanya sangat khawatir saat itu, takut bila perjuangan mereka selama ini akan sia-sia, karena jauh-jauh menyekolahkannya sampai dengan S2, belum ada juga kemajuan berarti pada dirinya. Oleh karena itu tak jarang ia dimarahi dan dicela setiap hari, “Akan jadi apa kau ini!” Lalu teman saya berdiskusi dengan orang tuanya dan meminta mereka untuk kembali mengirimnya ke India. India, adalah tempat dimana ia kuliah dulu.

Bukan tidak senang berada di dekat orang tua. Saat itu, dia memang bertekad untuk mencari pengalaman serta mempelajari hal baru disana. Bisa dikatakan, gelarnya  saat ini sebenarnya bukan yang ia harapkan. Memasuki jurusan kedokteran di India hanyalah petaka baginya. Namun ia menjelaskan mengapa hal tersebut bisa dialami dan saat itu juga saya mengerti.

Setibanya di India, teman saya sempat merasakan ingin kembali ke Indonesia. Dia tidak tahu harus memulai kehidupannya dari mana. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan uang yang hanya cukup untuk makan sehari saat itu. Artinya, saat itu juga, saat dia telah sampai di India, dia harus segera mendapatkan pekerjaan untuk bekal hidup besok, besok, dan seterusnya lagi.

Beruntung saat ia kuliah dulu, dia sempat menjadi penghuni kamar sewa dan ke sanalah ia mulai melangkahkan kakinya. Bertahun-tahun menghuni kamar itu, sang pemilik amat sangat merasa senang saat mengetahui teman saya akhirnya kembali.

Hari kedua di India, teman saya bertemu kembali dengan teman lamanya. Mereka makan bersama dan bercanda seperti waktu pertama mereka bertemu dulu. Temannya adalah asli warga India, dan dengan bantuannyalah akhirnya teman saya mendapat pekerjaan. Dia mengatakan bahwa walau dia mengerti banyak soal ilmu kedokteran, namun dia sangat tidak ingin untuk dipekerjakan di bidang itu.

Dan akhirnya kini, dia pun bekerja sebagai pelayan di sebuah café ternama di India. Pengalamannya saat itu cukup membuat saya terkekeh, karena dia sebenarnya cukup humoris juga. Hingga suatu hari, dia mengirimkan pesan kepada saya bahwa dia akan pergi ke Eropa. Saya bertanya untuk apa, dan dia hanya katakan bahwa dia ingin belajar. Saya sendiri tidak tahu, apalagi yang akan dia pelajari kali ini.

Setahun tak mendapat kabar darinya, tak disangka kami pun bertemu lagi dan diceritakanlah tentang apa yang ia lakukan saat di Eropa. Pertama-tama, dia melihat peta dan mulai berbincang dengan orang-orang disana. Dia mempelajari budaya, bahasa, dan barulah ditemukan apa yang ia suka.

Dari mengenal gadis yang adalah seorang pemain teater, kecintaan terhadap seni pun semakin ia rasakan. Dia senang karena akhirnya dapat menemukan apa yang ia inginkan. Perlahan namun pasti, dia pun akhirnya sukses walau dengan bermodalkan nol saat harus memulainya.

Dari ingatan inilah saya baru bisa menjawab pertanyaan itu, “Pendidikan yang tinggi dipercaya akan membawa pula keberhasilan yang tinggi untuk seseorang. Bila anakmu yakin bahwa hal tersebut akan membuatnya berhasil, ya tak apa, sekolahkanlah kembali dia tak peduli kemanapun negaranya. Tapi, biarkan dia belajar untuk tidak selalu menggunakan uang untuk memulai keberhasilannya.”

Ketika saya melakukan sesuatu hal, akan lebih baik bila hatiku melakukan namun tanpa kata-kata, daripada melakukan dengan kata namun tanpa hati.”  Itulah motto hidupnya sampai dengan saat ini.

foto: savingadvice.com

(mir/rut)

Favorit

Related Posts

Klik suka sekarang