Gemintang.com – Seorang lelaki di India yang telah memiliki anak, hidup sebagai penambang sejak 20 tahun yang lalu. Anak lelaki yang begitu mencintainya adalah satu-satunya keluarga dan anak itu bekerja sebagai pengangkut sampah di salah satu pasar tradisional di sana.
Ibunya meninggal dunia dua tahun yang lalu dikarenakan penyakit Leptospirosis (infeksi akut yang di sebabkan oleh bakteri leptospira) dan sepeninggal ibunya, anak lelaki tersebut benar-benar menjaga ayah yang kini sering sakit-sakitan.
Tinggal dalam sebuah gubuk tua, keluarga ini pun hanya punya beberapa perabotan rumah tangga. Tempat tidur yang sudah sangat lapuk, lembab, juga tak terlihat seperti tempat tidur itu adalah satu dari yang mereka miliki. Selebihnya, hanya sedikit piring, gelas, dan pakaian yang juga sudah usang.
Bekerja sebagai penambang tentu tak dapat mencukupi biaya hidup sehari-hari. Penghasilannya hanya cukup untuk makan. Jangankan membeli tempat tidur baru, memikirkan makan esok hari pun seringkali mereka seringkali takut.
Pagi ini, anak lelaki itu mulai melakukan aktivitasnya sejak pagi buta. Pasar tempatnya bekerja setiap hari dibuka mulai pukul dua pagi sampai dengan pukul sepuluh pagi. Selama disana, Ali begitu ia disapa, tak hanya menyapu dan membersihkan sampah saja. Terkadang ia membantu para pembeli untuk membawakan barang belanjaannya, bisa dibilang sebagai kuli panggul.
“Ali, kau sudah makan apa belum?” Tanya seorang penjual ikan yang juga adalah temannya.
“Nanti saja. Saya ingin mengunjungi ayah dan makan bersama di penambangan.”
“Tidak boleh ada yang kesana selain penambang, bukan? Janganlah cari masalah, bisa-bisa kalau kamu kena, kamu bisa dianggap mata-mata.”
“Itu hanya di film saja. Aku pergi sebentar lagi setelah mengantar belanjaan ini. Sampai nanti.”
Mengayuh sepeda berkilo-kilo meter tak membuat Ali lelah karena sepanjang jalan hanya ayahnyalah yang ia pikirkan. Ali memang rutin mengantarkan makan siang tak peduli dalam cuaca apapun. Saat ia ingin bertemu ayahnya, maka ia akan datang saat itu juga.
Sesampainya disana, Ali memberi isyarat kepada ayahnya dari tempat biasa ia bersembunyi. “Ayah, kemari…” dengan suara yang berbisik. Gerakan tangannya mengisyaratkan agar sang ayah segera menghampiri.
“Ali, pekerjaanmu sudah selesai? Ayah tak bisa lama-lama. Sampai bertemu dirumah, ya.”
Ali mengiyakan kata-kata ayahnya dan ia pun pulang. Namun ditengah perjalanan, seorang wanita paruh baya datang dengan wajah kurang menyenangkan.
“Hei! Kau pria yang di pasar tadi pagi, bukan? Kau pasti yang mencuri daging yang aku beli! Lihat pekerjaanmu! Kau meminta untuk membantuku membawakan barang belanjaan, tapi rupanya kau pencuri! Itu hanya akalmu untuk mengelabui semua pembeli yang datang, bukan?!”
“Tidak, saya tidak pernah mencuri barang apapun terlebih milik pembeli yang saya bawakan barang belanjaannya. Saya benar-benar bukan pencuri!”
Tak terima dengan elakkan itu, wanita tersebut pun berteriak hingga warga sekitar berlari menghampiri, “Pencuri!!! Dia pencuri! Tangkap dia!”
Ali bergegas melarikan diri dengan sepeda tua miliknya. Ia hanya tahu bahwa dia harus selamat. Ke mana pun arahnya tak benar-benar ia hiraukan. Sampai akhirnya, Ali terjatuh. Sepeda yang ia naiki menghantam badan jalan hingga ia terlempar beberapa kilometer.
Warga yang menyaksikan kejadia itu histeris di tempat kejadian. Ali pun tak bisa diselamatkan. Badannya dingin, darah mengalir dari bagian kepalanya. Dan saat itu pula Ali meninggal.
Ayahnya terkejut. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu hanya kabar bohong dari seorang yang memberitahunya saat itu. Ia bergegas pulang. Dengan sandal tipis miliknya, ia berdoa sepanjang jalan agar Ali baik-baik saja. Ia tetap tak percaya bahwa Ali telah tiada.
Ayah Ali menangis dan bertanya mengapa ini terjadi pada anaknya. Wanita paruh baya yang saat itu masih bersama warga menangis menyesali perbuatannya. Tak seharusnya ia mengatakan bahwa Ali pencuri. Tak seharusnya ia berkata seolah apa yang ia sangka adalah hal yang sebenarnya. Namun apa yang wanita itu lakukan? Ali tinggallah Ali, seorang anak yang sangat mencintai ayahnya.
Sobat Gemintang, terkadang emosi membuat kita lupa siapa kita, bagaimana kita, dan apa yang harus kita lakukan. Emosi pun terkadang membuat kita mengabaikan orang yang sangat mencintai kita, menyayangi kita, juga siapa orang yang mereka cintai selain kita.
Ali memiliki ayah yang sangat ia cintai. Rasakan bagaimana kehilangan itu sehingga kita tahu untuk tidak menyakiti orang lain, karena ada seseorang yang akan lebih tersakiti saat kita menyakitinya. Maka, tinggalkanlah panas hati itu agar tak ada hal yang disesali kemudian.
foto: huffingtonpost.com
(mir/rut)